Pernahkah kamu memikirkan sesuatu yang akan terjadi pada kehidupanmu beberapa saat yang akan datang? Misalnya, kamu memikirkan 2 jam kedepan atau kegiatan yang akan kamu lakukan menjelang malam? Atau mungkin kamu memikirkan hari esok, seperti apa hari yang akan kamu temui di pagi berikutnya.
Kemudian, setelah kamu berfikir tentang kegiatanmu di waktu yang akan datang, kamu menilai bahwa itu adalah kegiatan yang sempurna dan akan selalu begitu. Kegiatan-kegiatan yang kamu pikirkan adalah kegiatan yang sudah kamu rencanakan sebelumnya. Mengapa kamu memikirkannya? Karena itu adalah bagian dari rencana hidup yang kamu rancang. Dan kamu akan berfikir, “oke rencana hidup gue sudah sempurna dan tinggal menjalaninya saja”
Namun, dalam faktanya, kenyataan tidak sesempurna ekspetasi yang kita buat dan rencanakan. Selalu saja ada kejadian yang membuat ekspetasi kita runtuh dan menguap. Misalnya, kamu berfikir di pagi hari, bahwa kamu akan berangkat sekolah menggunakan Bis dan sampai pada pukul 07.00, kamu berfikir seperti itu karena kegiatan itu sudah kamu lakukan setiap akan berangkat sekolah.
Eh ternyata, hari ini kamu terlambat masuk sekolah karena jalanan yang tiba-tiba macet. Nah, macetnya jalan yang menyebabkan kamu terlambat ke sekolah adalah sebuah kejadian yang tidak ada dalam ekspetasimu.
Tentu saja, kejadian-kejadian kecil namun diluar kendalimu seperti contoh di atas, akan sangat mengganggu harimu. Kamu akan merasa kesal, cemas dan terganggu. Namun tidak ada yang bisa kamu lakukan untuk mengubah keadaan agar sesuai dengan yang kita inginkan, bukan?
Kalau begitu, bagaimana cara mengatasinya?
Kita tidak bisa mengubah kejadian yang sudah terjadi, kejadian yang mengganggu ekspetasi yang kita bayangkan. Tapi, tentunya kita masih bisa untuk berusaha dalam mengatasi keadaan tersebut. Masalah yang kita rasakan adalah perasaan sedih dan tentunya sedikit kesal.
Solusi yang tepat untuk mengatasi keadaan tersebut, salah satunya adalah dengan memahami dan menerapkan filosofi hidup Stoicism.
Apa itu filosofi Stoicism?
Kebanyakan orang di dunia ini, memiliki semangat optimisme yang tinggi agar bisa mencapai sesuatu atau dalam mengharapkann sesuatu. Nah, lucunya hal ini tidak berlaku bagi penganut aliran Stoicism.
Orang yang memiliki filososfi hidup Soicism, selalu mengedapankan ekspetasi yang terburuk daripada ekspetasi yang baik atau bagus. Lah gimana?
Misalnya kamu hari ini memiliki jadwal presentasi di kelas. Sebelum memulai, kamu membayangkan hal-hal terburuk yang akan terjadi selama presentasi tersebut berlangsung. Misalnya, kamu lupa materi karena grogi atau teman-teman kamu tidak memeperhatikan presentasimu dan memilih mengabaikanmu. Padahal kamu belum memulai presentasi tersebut.
Ketika kamu berfikir seperti ini, tentunya akan ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, presentasimu tidak berjalan baik dan sesuai dengan ekspetasimu. Yang kedua, presentasimu berjalan lancar dan bahkan mendapat nilat tertinggi di antara orang lain.
Ketika misalnya, kemungkinan pertama yang terjadi, toh kamu sudah siap. Karena hal itu sesuai dengan ekspeatsimu maka kamu sudah menyiapkan mental untuk menghadapi kegagalan itu. Disinilah Soicism berjalan. Intinya filososfi ini menguatkan kamu ketika hal terburuk, terjadi dalam kehidupanmu dan kamu tidak akan terlalu sedih dan kecewa.
Adapun jika kemungkinan kedua yang terjadi, maka kamu akan merasa lebih senang karena ternyata presentasimu berjalan dengan sangat baik.
Kaisar Marcus Aurilius si penganut Stoicism
Salah satu tokoh penganut aliran Stoicism adalah kaisar Romawi yang bernama Marcus Aurilius. Ia merupakan kaisar sekaligus orang terkuat di Romawi pada masanya. Bayangkan aja, orang terkuat semacam Kaisar inipun menerapkan filosofi Stoicism dalam kehidupannya. Tidak heran, jika Kaisar Marcus ini dikenal sebagai Kaisar yang baik hati dan bijaksana.
Hebatnya Marcus Aurilius ini, ia sudah tahu dan sadar tentang ekspetasi pada masanya itu, ia juga berkata :
“ Begin each day, by telling yourself : Today I shall be meeting with inference, ingratitude, insolence, disloyalty, ill-will, and selfishness – all of them due to the offenders ignorance of what is good or evil.”
Jadi intinya, dalam filosofi Stoicism ini kamu harus memikirkan semua kemungkinan terburuk yang akan terjadi di awal hari. Ketika semua kemungkinan buruk itu suah kamu ekspetasikan, tanyakan pada dirimu sendiri apa akibat dari kemungkinan terburuk tersebut. Atau dalam bahasa kerennya disebut Pre-meditation.
Apakah hal itu akan berdampak buruk bagimu? Jika kenyataannya sesuai dengan ekspetasimu, apakah kamu akan sedih? Jika iya, maka kamu akan mempersiapkan mental untuk mengatasi kesedihanmu dan berfikir “toh, ekspetasi saya juga seperti ini” dan kemudian kamu akan merasa siap dalam menghadapinya.
Bagusnya Stoicism ini, kita diajarkan untuk ikhlas dalam menerima semua kemungkinan terburuk. Adapun jika ekspetasimu salah –keadaannya baik-baik saja- maka itu adalah sebuah surprise yang kamu dapatkan dan tentunya hal itu juga terasa menyenangkan.
Hal yang harus diperhatikan
Stoicism ini memang mirip dengan pesimisme, namun Stoicism ini bisa mengantarkan kita pada optimisme. Kita bisa belajar menerima segala kemungkinan terburuk dengan mental yang lebih kuat. Tentunya dari sini kita tahu, kalau ternyata kita bisa melewatinya. Kita tidak terpuruk dan berlarut-larut dalam kegagalan, dan kita bisa bangkit untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik.
Kita ikhlas menerima namun kita tetap berikhtyar dalam mencoba untuk menjadi lebih baik lagi. kita menjadi lebih tahu dan lebih pengalaman dalam mengontrol emosi yang ada dalam diri kita.
Nah, aku juga menggunakan metode ini. dan hasilnya tidak mengewakan. Aku menjadi lebih menerima dan lebih kuat dalam menghadapinya. Intiniya kita harus mencintai diri sendiri sebelum melangkah lebih jauh.
Kenapa disebut mencintai diri sendiri? karena ini berhubungan dengan ekspetasi yang dibuat oleh pikiran kita sendiri. dimana semua terasa sempurna padahal kenyataan kadang tidak sesuai dengan apa yang kita pikirkan.
Semoga manfaat ya artikel ini 😀
Kalau begitu, bagaimana cara mengatasinya?
Mengenal Filosofi Hidup Stoicism
Ketika kita berekspetasi pada apa yang kita lakukan berjalan baik namun kenyataannya tidak, maka hal ini akan membuat kita sangat sedih, dibandingkan dengan hal itu tidak berjalan baik dan kita tidak mengekspetasikan apa-apa. Dari sini terlihat jika ekspetasi sangat mempengaruhi emosi.Kita tidak bisa mengubah kejadian yang sudah terjadi, kejadian yang mengganggu ekspetasi yang kita bayangkan. Tapi, tentunya kita masih bisa untuk berusaha dalam mengatasi keadaan tersebut. Masalah yang kita rasakan adalah perasaan sedih dan tentunya sedikit kesal.
Solusi yang tepat untuk mengatasi keadaan tersebut, salah satunya adalah dengan memahami dan menerapkan filosofi hidup Stoicism.
Apa itu filosofi Stoicism?
Kebanyakan orang di dunia ini, memiliki semangat optimisme yang tinggi agar bisa mencapai sesuatu atau dalam mengharapkann sesuatu. Nah, lucunya hal ini tidak berlaku bagi penganut aliran Stoicism.
Orang yang memiliki filososfi hidup Soicism, selalu mengedapankan ekspetasi yang terburuk daripada ekspetasi yang baik atau bagus. Lah gimana?
Misalnya kamu hari ini memiliki jadwal presentasi di kelas. Sebelum memulai, kamu membayangkan hal-hal terburuk yang akan terjadi selama presentasi tersebut berlangsung. Misalnya, kamu lupa materi karena grogi atau teman-teman kamu tidak memeperhatikan presentasimu dan memilih mengabaikanmu. Padahal kamu belum memulai presentasi tersebut.
Ketika kamu berfikir seperti ini, tentunya akan ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, presentasimu tidak berjalan baik dan sesuai dengan ekspetasimu. Yang kedua, presentasimu berjalan lancar dan bahkan mendapat nilat tertinggi di antara orang lain.
Ketika misalnya, kemungkinan pertama yang terjadi, toh kamu sudah siap. Karena hal itu sesuai dengan ekspeatsimu maka kamu sudah menyiapkan mental untuk menghadapi kegagalan itu. Disinilah Soicism berjalan. Intinya filososfi ini menguatkan kamu ketika hal terburuk, terjadi dalam kehidupanmu dan kamu tidak akan terlalu sedih dan kecewa.
Adapun jika kemungkinan kedua yang terjadi, maka kamu akan merasa lebih senang karena ternyata presentasimu berjalan dengan sangat baik.
Kaisar Marcus Aurilius si penganut Stoicism
Salah satu tokoh penganut aliran Stoicism adalah kaisar Romawi yang bernama Marcus Aurilius. Ia merupakan kaisar sekaligus orang terkuat di Romawi pada masanya. Bayangkan aja, orang terkuat semacam Kaisar inipun menerapkan filosofi Stoicism dalam kehidupannya. Tidak heran, jika Kaisar Marcus ini dikenal sebagai Kaisar yang baik hati dan bijaksana.
Hebatnya Marcus Aurilius ini, ia sudah tahu dan sadar tentang ekspetasi pada masanya itu, ia juga berkata :
“ Begin each day, by telling yourself : Today I shall be meeting with inference, ingratitude, insolence, disloyalty, ill-will, and selfishness – all of them due to the offenders ignorance of what is good or evil.”
Jadi intinya, dalam filosofi Stoicism ini kamu harus memikirkan semua kemungkinan terburuk yang akan terjadi di awal hari. Ketika semua kemungkinan buruk itu suah kamu ekspetasikan, tanyakan pada dirimu sendiri apa akibat dari kemungkinan terburuk tersebut. Atau dalam bahasa kerennya disebut Pre-meditation.
Apakah hal itu akan berdampak buruk bagimu? Jika kenyataannya sesuai dengan ekspetasimu, apakah kamu akan sedih? Jika iya, maka kamu akan mempersiapkan mental untuk mengatasi kesedihanmu dan berfikir “toh, ekspetasi saya juga seperti ini” dan kemudian kamu akan merasa siap dalam menghadapinya.
Bagusnya Stoicism ini, kita diajarkan untuk ikhlas dalam menerima semua kemungkinan terburuk. Adapun jika ekspetasimu salah –keadaannya baik-baik saja- maka itu adalah sebuah surprise yang kamu dapatkan dan tentunya hal itu juga terasa menyenangkan.
Hal yang harus diperhatikan
Stoicism ini memang mirip dengan pesimisme, namun Stoicism ini bisa mengantarkan kita pada optimisme. Kita bisa belajar menerima segala kemungkinan terburuk dengan mental yang lebih kuat. Tentunya dari sini kita tahu, kalau ternyata kita bisa melewatinya. Kita tidak terpuruk dan berlarut-larut dalam kegagalan, dan kita bisa bangkit untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik.
Kita ikhlas menerima namun kita tetap berikhtyar dalam mencoba untuk menjadi lebih baik lagi. kita menjadi lebih tahu dan lebih pengalaman dalam mengontrol emosi yang ada dalam diri kita.
Nah, aku juga menggunakan metode ini. dan hasilnya tidak mengewakan. Aku menjadi lebih menerima dan lebih kuat dalam menghadapinya. Intiniya kita harus mencintai diri sendiri sebelum melangkah lebih jauh.
Kenapa disebut mencintai diri sendiri? karena ini berhubungan dengan ekspetasi yang dibuat oleh pikiran kita sendiri. dimana semua terasa sempurna padahal kenyataan kadang tidak sesuai dengan apa yang kita pikirkan.
Semoga manfaat ya artikel ini 😀
Iya si kadang suka kesel kalau apa yang direncanakan tidak sesuai dengan realitanya. Namun, akhirnya belajar untuk ya manusia kan hanya bisa berusaha aja. Allah yang nantinya akan menentukan. Jangan fokus ke hasil tapi prosesnya.
BalasHapusSaya baru dengar istilah "Stoicism". Memang agak mirip dengan Pesimisme. Kalau saya pribadi selalu berprinsip "Berharap yang terbaik, bersiap menerima yang terburuk". Itu sama gak sih dengan Stoicism? btw, makasih ya kak sudah menanmbah wawasanku...
BalasHapusAku baru tahu filososi semacam ini, namun saat membaca ulasan ini aku seperti sedang diajarkan bahwa tidak akan ada kesedihan yang berlarut manakala hidup kita fokus pada solusi bukan meratapi. Aku jadi belajar lagi bahwa memang terkadang hidup tidak selalu sesuai dengan ekspektasi.
BalasHapusEmang betul, ekspetasi kadang membuat kecewa dan menyakitkan. Dulu jaman sebelum menikah, aku menerapkan stoicism ini deh, mb.. meski aku baru tahu istilahnya dari tulisan mb hehe.. aku selalu memikirkan hal buruk yg bisa terjadi. Jadi aku sudah belajar utk antisipasi gitu. Tapi setelah menikah, utk merancang dan merencanakan pekerjaan esok hari, ga lagi mikirin hal terburuk. Padahal sering kacau krn anak tiba-tiba ini itu yg bikin gatot plans :D
BalasHapusBelum berani ikut filosofi ini. Baru sampai, berusaha yang terbaik, jangan putus asa. Gagal coba lagi. Masuk stoicism nggak model gini? Btw, makasih akak Yul untuk ilmunya. Baru denger pun filosofi ini.
BalasHapusAku baru tahu istilah ini, kalau aku lebih suka berharap the best, tapi tetap diiringi dengan tawakal. Jadi kalau hasilnya meleset no problem.
BalasHapusFilosofi stoic ini jadi filosofi andalan babget sih, buat menghadapi kehidupan saat ini yang kadang sering banget bikin baper. Asik juga misal konsep ini bisa diterapin di kehidupan sehari-hari ya
BalasHapusagak-agak riskan ya mau menerapkan ini, ada baiknya kaya "sedia payung sebelum hujan", so kita bisa lebih prepared menghadapi hal-hal yang tidak sesuai harapan. hati-hati terjerumus ke overthinking tapi ya, kuatirnya jadi malah anxiety. (tuh kan saya stoicistik jadinya hhehe)
BalasHapussangat bermanfaat kak, terima kasih telah berbagi ya :')
BalasHapus